Foto2 Obyek Wisata Jogja







Obyek Wisata Di JOGJA


Ada dua jenis candi di Indonesia, candi Hindu dan candi Budha. Sebagian besar candi-candi di Yogyakarta merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan agung di abad ke-8 dan 9
Borobudur, Candi Budha Terbesar di Abad ke-9
Membaca Pesan dari Nirwana di Candi Gampingan
Candi Gebang
Candi Ijo, Candi yang Letaknya Tertinggi di Yogyakarta
Mengungkap Teka-Teki Bendungan Kuno di Sekitar Candi Kedulan
Candi Mendut
Candi Pawon
Candi Plaosan, Candi Kembar di Yogyakarta
Prambanan, Candi Hindu Tercantik di Dunia
21 Tahun Merangkai "Puzzle" Candi Sambisari
Candi Tara, Peninggalan Budha Tertua di Yogyakarta

Tempat-Tempat Menarik
Tempat-tempat menarik di Jogja memberikan pengalaman yang tak ternilai. Didalamnya tercermin gambaran kehidupan masyarakat Jogja yang ramah, guyub, dan berbudaya.
Agrowisata Turi, Menikmati Salak Pondoh di Taman Buah
Alun-Alun Kidul Yogyakarta, Mencari Ketenangan Hati dan Berkah
Menapaki Istana Pertama Ngayogyakarta Hadiningrat
Angkringan Lik Man, Menikmati Malam di Yogyakarta bersama Kopi Joss
Adisutijpto, Bandara Internasional di Yogyakarta
Beringharjo, Pasar Tradisional Terlengkap di Yogyakarta
Bintaran, dari Kediaman Pangeran Bintoro ke Kawasan Indisch
"Matahari" dalam Senjakala Bioskop Permata
Banyusumurup, Desa Kerajinan Aksesoris Keris
Kampung Serangan, Mengunjungi Kediaman Para Penatah Keris
Pasar Gabusan, Surga Kerajinan Bantul
Cerita Mural di Perempatan Galeria
Gereja Ganjuran, Bertemu Yesus dalam Wajah Jawa
Pesanggrahan Gua Siluman Yang Misterius
Kaliurang, Plesir ala Nyonya dan Meneer
Kasongan, Memburu Keramik di Pemukiman Kundi
Kampung Kauman, Pesona Perjuangan Islam
Kotabaru, Jelajah ke Kota Taman Tua
Kotagede, Menikmati Pesona Kota Tua
Kraton Yogyakarta, Pusat Jagad Raya
Taman Mural di Kolong Jembatan Layang Lempuyangan
Loji-Loji, Kawasan Indisch Pertama di Yogyakarta
Malioboro, Bernostalgia di Surga Cinderamata
Masjid Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta
Dusun Mlangi, Wisata Religius Islami
Ngasem, Pasar Burung Tertua di Yogyakarta
Pabrik Tegel Kunci, Mengenal Produksi Ubin-Ubin Klasik
Panggung Krapyak, Tempat Raja-Raja Berburu
Pasar Klithikan Yogyakarta, Berburu Barang Bekas dan Unik
Pabrik Cerutu Taru Martani, Legenda Cigar van Java
Pecinan Yogyakarta, Kawasan Dagang Bersejarah
Pabrik Gula Madukismo dan Besi Jembatan Sungai Kwai di Thailand
Prawirotaman, Kampung Batik dan Penginapan Yang Mendunia
Puncak Suroloyo, Meneropong Borobudur dari Pertapaan Sultan Agung
Istana Ratu Boko, Kemegahan di Bukit Penuh Kedamaian
"Berpetualang" Menyusuri Selokan Mataram
Sendang Sono, Lourdes-nya Indonesia
Sendang Sriningsih, Perantara Rahmat Tuhan
Sosrokusuman, dari Penginapan Murah hingga Wayang Kancil
Sosrowijayan, Kampung Turis di Pusat Kota Yogyakarta
Stasiun Tugu, Salah Satu Pemberhentian Kereta Tertua di Indonesia
Tamansari (Taman Sari)
Giwangan, Terminal Tipe A Terbesar di Indonesia
WANAGAMA, Sepenggal Kisah Reboisasi Hingga Pohon Jati Pangeran Charles
Pesanggrahan Warungboto dan Pesona Taman Air Abad 19

Pantai-Pantai Alami di Yogyakarta
Di sebelah selatan Yogyakarta, anda akan menjumpai banyak pantai. Pantai yang terdekat adalah Parangtritis. Ada pula pantai-pantai yang alami di wilayah Gunung Kidul, seperti Krakal, Baron, Wedi Ombo, dll.
Pantai Baron
Pantai Congot, Nuansa Khas Pantai Nelayan
Pantai Depok, Menikmati Hidangan Ikan Laut Segar
Pantai Drini
Pantai Glagah, Pemandangan Laguna Hingga Agrowisata
Pantai Krakal
Pantai Kukup
Pantai Ngobaran, dari Pura hingga Landak Laut Goreng
Pantai Ngrenehan
Parangkusumo, Pantai Cinta di Yogyakarta
Parangtritis, Pantai Paling Terkenal di Yogyakarta
Pantai Sadeng, Mengunjungi Muara Bengawan Solo Purba
Sepanjang, si Pantai Kuta Tempo Doeloe
Pantai Siung, Memiliki 250 Jalur Panjat Tebing
Pantai Sundak, Perkelahian Asu dan Landak yang Menuai Berkah
Pantai Trisik, Menikmati Suasana Pedesaan Pesisir
Pantai Wediombo, Memancing Ikan dari Bukit Karang

Museum dan Monumen di Jogja / Yogyakarta
Museum-museum di Jogja menyimpan bukti sejarah perjalanan budaya Jawa. Tak hanya itu, bukti-bukti sejarah nasional juga menjadi lambang kegagahan dan patriotisme bangsa Indonesia.
Museum Affandi, Mengunjungi Istana Sang Maestro
Museum Kekayon, Memutar Rekaman Sejarah Indonesia
Monumen Yogya Kembali, Jejak Peristiwa Enam Jam di Yogyakarta
Museum Kapal Samudraraksa
Sasana Wiratama, Mengenang Perjuangan Pangeran Diponegoro
Museum Sasmitaloka, Mengunjungi Kediaman Sang Guru
Museum Sonobudoyo, Menikmati Koleksi Keris Nusantara
Tugu Jogja, Landmark Kota Jogja yang Paling Terkenal




de


Boko Sunrise, Melihat Matahari Terbit dari Puncak Bukit Tugel

Telah banyak orang mengunjungi Istana Ratu Boko yang semula bernama Abhayagiri Vihara, sebuah istana yang berdasarkan artinya berada di bukit penuh kedamaian. Namun, sedikit saja yang pernah merasakan kenikmatan berjalan dari lokasi istana ini dan trekking menyusuri bukit Boko pada dini hari dan menyaksikan fajar menyingsing di ufuk timur. YogYES mengajak anda menikmatinya untuk merayakan datangnya fajar baru di awal tahun.

Untuk menikmatinya, anda bisa mendaftar sebagai peserta Boko Trekking di Taman Wisata Candi. Sekali mendaftar, anda mendapatkan paket wisata berupa keliling Istana Ratu Boko, menikmati pemandangan senja di Plasa Andrawina (salah satu bangsal istana), bermalam dalam tenda dan trekking menyusuri bukit Boko melihat pemandangan matahari terbit serta melihat candi-candi di kompleks Ratu Boko. Tentu sebuah paket wisata menyenangkan di akhir tahun.

Perjalanan paling menarik, yaitu trekking untuk kemudian menikmati pemandangan matahari terbit, biasanya dimulai sekitar pukul 3 dini hari. Waktu yang sangat tepat untuk memulai perjalanan melihat fajar di awal tahun karena pasti di jam-jam sebelumnya anda akan lebih disibukkan dengan ritual meniup terompet sebagai pertanda tahun baru telah tiba. Pastikan kondisi fisik anda cukup mampu untuk berjalan setelah begadang semalam.

Medan menuju Bukit Tugel, tempat anda akan menikmati salah satu fajar terindah, sebenarnya tidak begitu sulit sehingga anda tak perlu merasa khawatir. Di samping itu, pihak penyelenggara tour telah menyediakan pemandu sehingga akan memudahkan petualangan anda yang baru pertama mendaki bukit. Namun demikian, beberapa peralatan pribadi seperti baju lapangan, helm, sepatu gunung, senter dan obat-obatan tetap perlu disiapkan.

Selama perjalanan menuju Bukit Tugel, anda memang kurang dapat melihat panorama alam sekitar karena hari masih gelap, namun anda dapat mendengar musik alam yang syahdu. Jika peka, anda bahkan dapat mengetahui saat musik alam itu mulai berganti menjelang pagi tiba, suara serangga tanah dan burung malam yang semula mendominasi digantikan oleh kok ayam, suara burung gereja dan sedikit keramaian yang ditimbulkan oleh aktivitas warga sekitar.

Perjalanan menuju Bukit Tugel melelahkan akan berakhir saat menjelang fajar sehingga anda dapat beristirahat sejenak untuk menunggu sang mentari menampakkan diri. Sambil duduk, menikmati kopi atau teh hangat yang dibawa dari tenda dan bercakap dengan teman tentu akan menyenangkan. Berbicara tentang rencana satu tahun ke depan dalam hidup masing-masing dan membuka diri terhadap masukan tentu menjadi sangat berarti.

Panorama langit mengagumkan akan tampak saat menunggu fajar tiba. Warna hitam malam akan tergantikan dengan gradasi warna kuning ke merah. Semakin lama, warna kuning akan semakin dominan menandakan matahari sudah mulai tinggi. Bila matahari telah benar-benar menghiasi pagi, maka warna langit yang semula hitam akan berganti biru dengan dihiasi awan berwarna putih. Bila anda membawa kamera, tentu menyenangkan bisa merekam setiap perubahan itu.

Begitu matahari telah terlihat bulat di ujung timur, barulah anda bisa menyaksikan pemandangan alam sekitar Bukit Tugel yang tak kalah mengagumkan. Menatap ke arah utara, anda bisa melihat Gunung Merapi yang berdiri kokoh di utara dengan bentukan serupa asap putih dari puncak gunungnya. Masih di arah utara, anda juga bisa melihat kegagahan Candi Prambanan yang menjadi candi Hindu tercantik.

Di arah lain, anda bisa melihat pemandangan kota Yogyakarta, persawahan dan pedusunan di sekitar bukit itu, beberapa candi yang terletak lebih di bawah, dan pemandangan menarik lainnya. Anda juga dibebaskan untuk menelusuri setiap sudut di Bukit Tugel itu. Setelah itu, anda akan berjalan pulang ke lokasi menginap semalam sambil menikmati pemandangan di kanan kiri trek menuju bukit Tugel.

Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Artistik: Agung Sulistiono Mabruron
Copyright © 2006 YogYES.COM





KERATON RATU BOKO

Situs Candi/ Istana/ Keraton Ratu Boko


Gerbang Gapura Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Kompleks Situs Istana atau Keraton Ratu Boko berada di puncak bukit dengan ketinggian sekitar 196 meter atau tepatnya 195, 97 meter di atas permukaan laut menempati areal seluas 250.000 m2. Keraton Ratu Boko terletak di Bukit Boko, sekitar 19 kilometer ke arah timur dari kota Yogyakarta (menuju ke arah Wonosari), dari arah barat kota Solo sekitar 50 kilometer dan sekitar 3 kilometer dari Candi Prambanan ke arah selatan.

Kompleks Ratu Boko memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Karena lokasinya berada di dataran tinggi, maka dari sini terlihat pemandangan yang memukau. Di arah utara Candi Prambanan dan Candi Kalasan dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi dengan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya. Selain itu, arah selatan, bila cuaca cerah, di kejauhan samar-samar dapat terlihat Pantai Selatan.

Sejarah Keraton Ratu Boko

Keraton Ratu Boko hingga sekarang masih menjadi misteri yang belum dapat dijelaskan kapan dan oleh siapa nama tersebut diberikan. Kata Keraton berasal dari kata Ke-Ratu-an yang artinya istana atau tempat tinggal ratu atau berarti juga raja, sedangkan Boko berarti bangau (burung-). Hal ini masih menjadi pertanyaan siapa sebenarnya Raja Bangau tersebut, apakah penguasa pada zaman itu atau nama burung dalam arti sebenarnya yang dahulu sering hinggap di kawasan perbukitan Ratu Boko?.

Reruntuhan Keraton Ratu Boko ini ditemukan pertama kali oleh Van Boeckholtz pada tahun 1790. Seabad setelah penemuan Van Boeckholtz, yaitu sekitar tahun 1890, FDK Bosch mengadakan riset arkeologis tentang peninggalan kepurbakalaan di selatan Candi Prambanan dalam laporan yang berjudul Kraton Van Ratoe Boko.

Sumber prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran tahun 746-784 Masehi, menyebutkan bahwa Keraton Ratu Boko merupakan Abhayagiri Vihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, Giri berarti bukit/ gunung, vihara berarti asrama/ tempat. Dengan demikian Abhayagiri Vihara berarti asrama/ tempat para bhiksu agama Budha yang terletak di atas bukit yang penuh kedamaian atau vihara tempat para Bhiksu mencari kedamaian, tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Pada periode berikutnya tahun sekitar tahun 856 Masehi, kompleks Abhayagiri Vihara tersebut difungsikan sebagai Keraton Walaing oleh Rakai Walaing Pu Khumbayoni yang beragama Hindu. Oleh karena itu tidak mengherankan bila unsur agama Hindu dan Buddha tampak bercampur di bangunan ini.

Struktur tata letak Keraton Ratu Boko

Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan sejarah lainnya. Jika bangunan lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya, istana atau keraton ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Hal itu terlihat dari adanya sisa bangunan di kompleks ini berupa tiang-tiang pemancang meski kini hanya tinggal batur-batur dari batu andesit, mengindikasikan bahwa dahulu terdapat bangunan yang berdiri di atasnya terbuat dari bahan kayu. Selain itu terdapat pula tanah ngarai yang luas dan subur di sebelah selatan untuk daerah pertanian dan di Bukit Boko terdapat kolam-kolam sebagai tandon penampung air yang berukuran kecil hingga besar.


Kolam-kolam penampung air di Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Kompleks bangunan di Bukit Boko disebut sebagai keraton. Hal tersebut disinggung dalam prasasti dan juga karena mirip dengan gambaran sebuah keraton. Kitab kesusasteraan Bharatayudah, Kresnayana, Gatotkacasraya, dan Bhomakawya, menyebutkan bahwa keraton merupakan kompleks bangunan yang dikelilingi pagar gapura, di dalamnya terdapat kolam dan sejumlah bangunan lain seperti bangunan pemujaan dan di luar keraton terdapat alun-alun. Dengan demikian kompleks bangunan ini diduga memang merupakan kompleks istana atau keraton.

Tata ruang kompleks Keraton Ratu Boko relatif masih lengkap. Istana ini terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur.
o Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban.
o Bagian tenggara meliputi struktur lantai, gapura, batur pendopo, batur pringgitan, miniatur 3 candi, tembok keliling kompleks Keputren, dua kompleks kolam, dan reruntuhan stupa. Kedua kompleks kolam dibatasi pagar dan memiliki gapura sebagai jalan masuk. Di dasar kolam, dipahatkan lingga yoni, langsung pada batuan induk.
o Bagian timur terdapat kompleks bangunan meliputi satu buah kolam dan dua buah gua yang disebut Gua Lanang dan Gua Wadon, Stupa Budha, sedangkan,
o Bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.

Dari pintu gerbang istana menuju ke bagian tengah Bagian depan, yaitu bagian utama, terdapat dua buah gapura tinggi, gapura yang terdiri dari dua lapis. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Pada gapura pertama terdapat tulisan Panabwara. Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan oleh Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana. Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan, memberi kekuatan agar lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama.


Gapura Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Setelah melewati gapura utama ini, terdapat hamparan rumput luas, yaitu alun-alun. Sekitar 45 meter dari gapura kedua, sisi kiri alun-alun terdapat bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras. Sesuai namanya candi ini digunakan untuk upacara pembakaran jenasah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui kemudian bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.


Candi Pembakaran di Kompleks Ratu Boko (foto: arie saksono)

Arah tenggara dari Candi Pembakaran terdapat sumur misteri. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Airnya hingga kini masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan. Umat Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi. Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada kondisi harmoni awal. Sehari sebelum Nyepi proses upacara ini dilaksanakan dari Candi Prambanan.

Ke arah Barat, menyusuri Desa Dawung di lereng bukit, terdapat bekas kompleks keraton yaitu Paseban dan Batur Pendopo. Halaman paling depan terletak di sebelah barat, terdiri atas tiga teras. Masing-masing teras dipisahkan oleh pagar batu andesit setinggi 3,50 meter, dan tebing teras diperkuat dengan susunan batu andesit. Batas halaman sebelah selatan juga berupa pagar dari batu andesit, namun batas utara merupakan dinding bukit yang dipahat langsung.


Kompleks Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Ke bagian timur istana, terdapat dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.

Keraton Ratu Boko: Kombinasi Peninggalan Budha dan Hindu

Hal yang menarik di Keraton Ratu Boko, selain peninggalan Budha juga ditemukan benda-benda arkeologis peninggalan Hindu seperti lingga, yoni, arca durga, dan ganesha. Meski didirikan oleh seorang Budha, Keraton Ratu Boko merupakan sebuah situs kombinasi antara Budha dan Hindu, ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk yang ada, yang biasanya terdapat pada candi Budha, selain itu terdapat pula tiga candi kecil sebagai elemen dari agama Hindu, dengan adanya Lingga dan Yoni, patung Dewi Durga, dan Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan “Om Rudra ya namah swaha” sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa. Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural. Pada masa itu Rakai Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan dengan para pengikut Hindu.


Lingga simbol Hindu di Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Awal Kejayaan tanah Sumatera


Kompleks Istana/ Keraton ratu Boko merupakan saksi bisu awal kejayaan di tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke istana ini sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa memberontak karena merasa dijadikan sebagai orang nomor dua di pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramudhawardani (saudara Balaputradewa). Setelah ia kalah dan melarikan diri ke Sumatera, Kemudian ia menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.


Pemandangan Gunung Merapi di kejauhan dari Bukit Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Pemandangan senja saat matahari terbenam dari atas kawasan Bukit Boko sangat indah. Di arah utara Candi Prambanan dan Candi Kalasan dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi dengan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya.

© 2007 arie saksono




KERATON RATU BOKO

Situs Candi/ Istana/ Keraton Ratu Boko


Gerbang Gapura Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Kompleks Situs Istana atau Keraton Ratu Boko berada di puncak bukit dengan ketinggian sekitar 196 meter atau tepatnya 195, 97 meter di atas permukaan laut menempati areal seluas 250.000 m2. Keraton Ratu Boko terletak di Bukit Boko, sekitar 19 kilometer ke arah timur dari kota Yogyakarta (menuju ke arah Wonosari), dari arah barat kota Solo sekitar 50 kilometer dan sekitar 3 kilometer dari Candi Prambanan ke arah selatan.

Kompleks Ratu Boko memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Karena lokasinya berada di dataran tinggi, maka dari sini terlihat pemandangan yang memukau. Di arah utara Candi Prambanan dan Candi Kalasan dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi dengan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya. Selain itu, arah selatan, bila cuaca cerah, di kejauhan samar-samar dapat terlihat Pantai Selatan.

Sejarah Keraton Ratu Boko

Keraton Ratu Boko hingga sekarang masih menjadi misteri yang belum dapat dijelaskan kapan dan oleh siapa nama tersebut diberikan. Kata Keraton berasal dari kata Ke-Ratu-an yang artinya istana atau tempat tinggal ratu atau berarti juga raja, sedangkan Boko berarti bangau (burung-). Hal ini masih menjadi pertanyaan siapa sebenarnya Raja Bangau tersebut, apakah penguasa pada zaman itu atau nama burung dalam arti sebenarnya yang dahulu sering hinggap di kawasan perbukitan Ratu Boko?.

Reruntuhan Keraton Ratu Boko ini ditemukan pertama kali oleh Van Boeckholtz pada tahun 1790. Seabad setelah penemuan Van Boeckholtz, yaitu sekitar tahun 1890, FDK Bosch mengadakan riset arkeologis tentang peninggalan kepurbakalaan di selatan Candi Prambanan dalam laporan yang berjudul Kraton Van Ratoe Boko.

Sumber prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran tahun 746-784 Masehi, menyebutkan bahwa Keraton Ratu Boko merupakan Abhayagiri Vihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, Giri berarti bukit/ gunung, vihara berarti asrama/ tempat. Dengan demikian Abhayagiri Vihara berarti asrama/ tempat para bhiksu agama Budha yang terletak di atas bukit yang penuh kedamaian atau vihara tempat para Bhiksu mencari kedamaian, tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Pada periode berikutnya tahun sekitar tahun 856 Masehi, kompleks Abhayagiri Vihara tersebut difungsikan sebagai Keraton Walaing oleh Rakai Walaing Pu Khumbayoni yang beragama Hindu. Oleh karena itu tidak mengherankan bila unsur agama Hindu dan Buddha tampak bercampur di bangunan ini.

Struktur tata letak Keraton Ratu Boko

Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan sejarah lainnya. Jika bangunan lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya, istana atau keraton ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Hal itu terlihat dari adanya sisa bangunan di kompleks ini berupa tiang-tiang pemancang meski kini hanya tinggal batur-batur dari batu andesit, mengindikasikan bahwa dahulu terdapat bangunan yang berdiri di atasnya terbuat dari bahan kayu. Selain itu terdapat pula tanah ngarai yang luas dan subur di sebelah selatan untuk daerah pertanian dan di Bukit Boko terdapat kolam-kolam sebagai tandon penampung air yang berukuran kecil hingga besar.


Kolam-kolam penampung air di Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Kompleks bangunan di Bukit Boko disebut sebagai keraton. Hal tersebut disinggung dalam prasasti dan juga karena mirip dengan gambaran sebuah keraton. Kitab kesusasteraan Bharatayudah, Kresnayana, Gatotkacasraya, dan Bhomakawya, menyebutkan bahwa keraton merupakan kompleks bangunan yang dikelilingi pagar gapura, di dalamnya terdapat kolam dan sejumlah bangunan lain seperti bangunan pemujaan dan di luar keraton terdapat alun-alun. Dengan demikian kompleks bangunan ini diduga memang merupakan kompleks istana atau keraton.

Tata ruang kompleks Keraton Ratu Boko relatif masih lengkap. Istana ini terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur.
o Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban.
o Bagian tenggara meliputi struktur lantai, gapura, batur pendopo, batur pringgitan, miniatur 3 candi, tembok keliling kompleks Keputren, dua kompleks kolam, dan reruntuhan stupa. Kedua kompleks kolam dibatasi pagar dan memiliki gapura sebagai jalan masuk. Di dasar kolam, dipahatkan lingga yoni, langsung pada batuan induk.
o Bagian timur terdapat kompleks bangunan meliputi satu buah kolam dan dua buah gua yang disebut Gua Lanang dan Gua Wadon, Stupa Budha, sedangkan,
o Bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.

Dari pintu gerbang istana menuju ke bagian tengah Bagian depan, yaitu bagian utama, terdapat dua buah gapura tinggi, gapura yang terdiri dari dua lapis. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Pada gapura pertama terdapat tulisan Panabwara. Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan oleh Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana. Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan, memberi kekuatan agar lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama.


Gapura Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Setelah melewati gapura utama ini, terdapat hamparan rumput luas, yaitu alun-alun. Sekitar 45 meter dari gapura kedua, sisi kiri alun-alun terdapat bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras. Sesuai namanya candi ini digunakan untuk upacara pembakaran jenasah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui kemudian bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.


Candi Pembakaran di Kompleks Ratu Boko (foto: arie saksono)

Arah tenggara dari Candi Pembakaran terdapat sumur misteri. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Airnya hingga kini masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan. Umat Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi. Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada kondisi harmoni awal. Sehari sebelum Nyepi proses upacara ini dilaksanakan dari Candi Prambanan.

Ke arah Barat, menyusuri Desa Dawung di lereng bukit, terdapat bekas kompleks keraton yaitu Paseban dan Batur Pendopo. Halaman paling depan terletak di sebelah barat, terdiri atas tiga teras. Masing-masing teras dipisahkan oleh pagar batu andesit setinggi 3,50 meter, dan tebing teras diperkuat dengan susunan batu andesit. Batas halaman sebelah selatan juga berupa pagar dari batu andesit, namun batas utara merupakan dinding bukit yang dipahat langsung.


Kompleks Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Ke bagian timur istana, terdapat dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.

Keraton Ratu Boko: Kombinasi Peninggalan Budha dan Hindu

Hal yang menarik di Keraton Ratu Boko, selain peninggalan Budha juga ditemukan benda-benda arkeologis peninggalan Hindu seperti lingga, yoni, arca durga, dan ganesha. Meski didirikan oleh seorang Budha, Keraton Ratu Boko merupakan sebuah situs kombinasi antara Budha dan Hindu, ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk yang ada, yang biasanya terdapat pada candi Budha, selain itu terdapat pula tiga candi kecil sebagai elemen dari agama Hindu, dengan adanya Lingga dan Yoni, patung Dewi Durga, dan Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan “Om Rudra ya namah swaha” sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa. Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural. Pada masa itu Rakai Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan dengan para pengikut Hindu.


Lingga simbol Hindu di Keraton Ratu Boko (foto: ©2007 arie saksono)

Awal Kejayaan tanah Sumatera


Kompleks Istana/ Keraton ratu Boko merupakan saksi bisu awal kejayaan di tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke istana ini sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa memberontak karena merasa dijadikan sebagai orang nomor dua di pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramudhawardani (saudara Balaputradewa). Setelah ia kalah dan melarikan diri ke Sumatera, Kemudian ia menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.


Pemandangan Gunung Merapi di kejauhan dari Bukit Boko (foto: ©2007 arie saksono)


Pemandangan senja saat matahari terbenam dari atas kawasan Bukit Boko sangat indah. Di arah utara Candi Prambanan dan Candi Kalasan dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi dengan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya.

© 2007 arie saksono


T